Agribisnis
pada hakikatnya merupakan bagian dari sistem ekonomi. Hal tersebut didasari
dengan seluruh kegiatan yang melibatkan pembuatan dan penyaluran sarana
usahatani; kegiatan produksi di unit usahatani, penyimpanan, pengolahan dan
distribusi komoditas usahatani dan berbagai produk yang dibuat dari proses
produksi tersebut.
Secara
garis besar, seluruh kegiatan usahatani dalam agribisnis berlandaskan pada ilmu
ekonomi. Hal tersebut merunut pada hakikat agribisnis sebagai bagian dari
sistem ekonomi. Namun demikian, tidak sepenuhnya agribisnis membahas tentang
ilmu ekonomi.
Dewasa
ini, masih terdapat berbagai pemahaman manusia akan keterpisahan manajemen
agribisnis dengan syariah Islam. Akibatnya, sering terjadi praktik-praktik agribisnis
yang bertentangan dengan syariah Islam serta tidak mengindahkan tanda-tanda
kebesaran dan keberadaan Allah SWT. Padahal, manajemen agribisnis dengan
syariah Islam adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedua aspek
tersebut saling melengkapi satu sama lain, sehingga menjadi kesatu-paduan ilmu
yang dinamakan agribisnis.
Agribisnis merupakan salah satu bisnis dalam
pertanian. Banyak aturan dan cara berbisnis menurut Al qur’an. Dan banyak ayat
yang menjelaskan tentang berbisnis dalam bidang pertanian.
Agribisnis dalam pertanian terkadang terdapat
kendala atau masalah. Berbisnis ada yang di haramkan dan di halalkan menurut al
qur’an. Misalnya seperti sewa menyewa lahan pertanian dll. Adapun berbisnis
dalam pertanian yang di halalkan, semua itu tergantung dari individu itu
sendiri yang menjalaninya.
A.
Pengertian
Agribisnis
Agribisnis adalah
bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang lain yang mendukungnya, baik di
sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan "hulu" dan "hilir"
mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis bekerja pada rantai sektor
pangan. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi
usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis mempelajari
strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, penyediaan
bahan baku, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran.
Istilah
"agribisnis" diserap dari bahasa Inggris: agribusiness, yang
merupakan portmanteau dari agriculture (pertanian) dan business (bisnis). Dalam
bahasa Indonesia dikenal pula varian anglisismenya, agrobisnis.
Objek agribisnis dapat
berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Kegiatan budidaya merupakan
inti agribisnis, meskipun suatu perusahaan agribisnis tidak harus melakukan
sendiri kegiatan ini. Apabila produk budidaya (hasil panen) dimanfaatkan oleh
pengelola sendiri, kegiatan ini disebut pertanian subsisten, dan merupakan
kegiatan agribisnis paling primitif. Pemanfaatan sendiri dapat berarti juga
menjual atau menukar untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
Dalam perkembangan masa
kini agribisnis tidak hanya mencakup kepada industri makanan saja karena
pemanfaatan produk pertanian telah berkaitan erat dengan farmasi, teknologi
bahan, dan penyediaan energi.
Sementara itu menurut
pandangan Islam Agribisnis adalah bisnis petanian yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini
bertitik tolak dari Allah SWT serta bertujuan akhir kepada Allah dan
menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah. Ketika seorang muslim
menikmati berbagai kebaikan, terbersit dalam hatinya bahwa semua itu adalah
rezeki yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya.
B.
Ayat ayat yang
menjelaskan tentang agribisnis pertanian
a. Q.S
Ibrahim ayat 31
Artinya
:
“Katakanlah
kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan
salat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara
sembunyi atau pun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari
itu tidak ada jual beli dan persahabatan”
b. Q.S
Al-Baqarah 254
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak
ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang
kafir itulah orang-orang yang lalim”.
Q.S An-Nuur Ayat
Artinya :
“laki-laki
yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat
Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka
takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
guncang.”
Q.S Aj-Jumu’ah 9
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari
Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
C.
Macam-macam
jual beli
Beberapa macam jual beli
yang diakui Islam antara lain adalah:
a. Jual beli barang dengan uang
tunai
b. Jual Beli barang dengan
barang (muqayadlah/barter)
c. Jual beli uang dengan uang (Sharf)
d. Jual Utang dengan barang,
yaitu jual beli Salam (penjualan barang dengan hanya menyebutkan ciri-ciri dan
sifatnya kepada pembeli dengan uang kontan dan barangnya diserahkan kemudian)
e. Jual beli Murabahah ( Suatu penjualan barang
seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Misalnya seseorang
membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu.
Karakteristik Murabahah adalah si penjual harus memberitahu pembeli tentang
harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada
biaya tersebut.
D.
Rukun Jual Beli Bidang Pertanian
Menurut Al Qur’an
a.
Akad atau Ijab Qobul
Akad atau Ijab Qobul adalah Perjanjian antara
penjual dan pembeli berkaitan dengan transaksi sebuah barang. Ijab Qobul
menggabaran kerelaan atau keridlaan penjual dan pembeli dalam melakukan
transaksi terhadap sebuah barang. Ijab Qobul dapat disampaikan melalui lisan
maupun tulisan.
b.
Ba’i (Penjual) dan Mustari (Pembeli)
Ba’i adalah seseorang yang mempunyai barang yang
aan dijual. Sedangan Mustari adalah
orang yang akan membeli barang yang dijual oleh Ba’i.
c.
Objek Ma’kud ‘Alaih
Objek Ma’kud ‘Alaih adalah barang-barang yang
bermanfaat yang akan diperjual belikan.
d.
Nilai tukar pengganti Barang
Nilai tukar pengganti Barang adalah Barang atau
uang yang senilai untuk ditukar dengan barang yang di inginkan.
E.
Hukum Jual Beli Bidang Pertanian
Menurut Al Qur’an
Banyak ayat/hadis yang menerangkan
tentang/hukum jual-beli. Jual-beli sebenarnya dalam islam adalah boleh tapi
jual-beli akan berubah hukumnya menjadi sunah, wajib, haram, atau
mahkru.Barikut ini adalah contoh :
a.
Jual-beli hukumnya wajib
misalnya jika pada suatu
saat para pedagang menimbun beras, sehingga stok beras di pasaran sedik it
yang mengakibatkan hargannya melambung tinggi, maka pemerintah boleh memaksa
para pedangan untuk menjual beras yang ditimbunya sebelum harga terjadi
kenaikan harga. Menurut hukum isalam parapedangang tersebut , wajib menjual
beras yang ditimbun sesuai denganketentuan pemerintah
b.
Jual-beli hukumnya haram
misalnya jual beli yang tidak
memenui rukun dan syarat jual beli yang mengandung unsure penipuan
c. Jual-beli hukumnya mahkruh
apabila barang yang
diperjual-belikan itu hukumnya mahkru misalnya menjual sayuran yang tidak segar.
Orang yang berusaha di bidang jual-beli harus mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan jual-beli tersebut. Hal ini bertujuan agar jual-beli tersebut tidak ada yang
dirugikan, baik dari pihak pejual/pembeli.
F.
Syarat Jual Beli Bidang Pertanian
Menurut Al Qur’an
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjual belikan.
a. Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku :
Harus memiliki kompetensi untuk
melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta
berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh
anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
b. Kedua,
yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
1.
Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa
diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.
2.
Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga
pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing
dalam karung’ karena hal tersebut dilarang.
3.
Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual
barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.
G. Sebab-sebab dilarangnya
jual beli
Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:
1. Berkaitan dengan objek
2. Tidak terpenuhniya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual buah yang masih muda.
3. Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan sebagainya.
4. Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.
Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:
1. Berkaitan dengan objek
2. Tidak terpenuhniya syarat perjanjian, seperti menjual yang tidak ada, menjual buah yang masih muda.
3. Tidak terpenuhinya syarat nilai dan fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan sebagainya.
4. Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.
H. Jual Beli yang maih Diperdebatkan
a.
Jual beli ’Inah. Yaitu jual beli manipulatif agar pinjaman
uang dibayar dengan lebih banyak (riba).
b.
Jual beli Wafa. Yakni jual beli dengan syarat pengembalian
barang dan pembayaran, ketika si penjual mengembalikan uang bayaran dan si
pembeli mengembalikan barang.
c.
Jual beli dengan uang muka. Yaitu dengan membayarkan
sejumlah uang muka (urbun) kepada penjual dengan perjanjian bila ia jadi
membelinya, uang itu dimasukkan ke dalam harganya.
d.
Jual beli Istijrar. Yaitu mengambil kebutuhan
dari penjual secara bertahap, selang beberapa waktu kemudian membayarnya. Mayoritas
ulama membolehkannya, bahkan bisa jadi lebih menyenangkan bagi pembeli daripada
jual beli dengan tawar menawar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar